Minggu, 27 Juni 2010

Orang Indonesia Kreatif

"Wow", "Keren", "ck..ck..ck..". Ungkapan-ungkapan itulah yang tak henti-hentinya keluar dari mulut saya saat mulai masuk Jakarta Covention Center sampai akhirnya meninggalkan tempat tersebut. Menyambangi Pameran Pekan Kreatif Indonesia adalah agenda saya untuk mengisi akhir pekan kemarin dengan menggeret suami tentunya.
Dibaca dari nama eventnya saja tentulah sudah terbayang di benak kita apa isi pameran itu bukan?
Berbagai macam produk-produk yang membuat decak kagum dipamerkan disini. Mulai dari mobil hemat energi yang sebelumnya sudah saya lihat talkshownya di Kick Andy malam sebelumnya, hasil pengolahan limbah sampai produk nugget dan ice cream berbahan dasar jamur.
Tentunya event ini semakin menguatkan eksistensi bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang kreatif. Seperti misalnya di salah satu booth yang memamerkan tas-tas yang bahan dasarnya dari limbah pasta gigi yang tidak disangka ternyata pengrajinnya adalah kaum manula, atau ada juga hasil karya anak-anak SMK yang memamerkan notebook yang mereka rakit sendiri.
Namun, untuk saya pribadi, kehebatan atas kreativitas anak negeri ini terasa ada yang kurang. Yaitu kurangnya kemampuan mereka untuk berkomunikasi. Jadinya, ya mayoritas hasil kreativitas itu hanya sebatas produk pajangan saja. Entah karena dalam mind set para partisipan ajang ini hanya sebagai ajang jualan semata yang kalau tertarik ada pembeli baru mereka jelaskan atau karena mereka sudah lelah karena Sabtu kemarin adalah hari kesekian mereka berpameran. Namun, apapun alasannya, tentunya informasi mengenai produk yang dibawa itu mutlak diperlukan.
Jika ditilik dari sisi harga, harga yang ditawarkanpun agak lebih mahal dibandingkan dengan pameran produk sejenis, sebut saja misalnya inacraft, ajang pameran tahunan yang dihelat untuk memamerkan produk kreatifitas. Hal ini juga yang saya dapatkan informasinya dari salah seorang teman dari Solo pemilik booth aksesoris berbahan tembaga. "Pameran ini tidak terlalu banyak pengunjungnya. Antusiasmenya juga kurang. Kalau dibanding inacraft atau pameran produk kreatif tahun lalu juga bedanya jauh". Mungkin hal inilah yang mendasari para peserta untuk tidak memberikan harga yang lumayan bersahabat di kantong.
Namun, apakah produk-produk kreatif harus diasosiakan dengan harga mahal? Pertanyaan ini pun menggelitik benak saya saat saya kemarin menyambangi pameran UKM di Smesco, Gatot Subroto Jakarta Selatan. Sebagai orang yang berwiraswasta dengan batik, memang saya rajin untuk berkunjung ke pameran-pameran serupa. Tujuannya adalah sebagai referensi pribadi. Dan ternyata kenyataan mengenai harga pun diamini di ajang ini. Batik printing yang biasa dijual di pengrajin dengan harga tidak lebih dari Rp. 50.000, di sini dijual dengan harga Rp. 300.000 (baiklah.. saya mengerti, pasti alasannya karena sudah masuk tempat bagus, ber AC, dijual oleh mbak-mbak cantik dengan make up maksimalis, ada iklannya, dsb, dsb) tapi apakah hal tersebut membuat ita harus merogih kocek sampai lebih dari 6x jika dibandingkan dengan beli langsung ke daerah asalnya?
Namun saya tetap setuju bahwa yang namanya kreatifitas memang harus dijunjung tinggi, dihargai dengan penghargaan yang pantas karena jika tidak, maka tidak ada lagi orang yang kreatif, lebih memilih menjadi plagiat dan akhirnya membuat bangsa tidak berkembang (tsaaahh.. kenapa jadi serius begini?)
Bagi saya dan suami, bangsa Indonesia tetap menjadi bangsa besar yang sangat kreatif.


Sebuah review serius dari seseorang yang suka nulis yang ga serius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar